Dunia Nadya

Dunia Nadya

Satu malam di bulan Ramadhan (07/16/13 – kalau tidak salah), Nadya Hutagalung hadir di televisi dalam sebuah talkshow baru di televisi swasta baru yang dipandu Sarah Sechan. Model cantik ini datang membawa pesan penting dari kegiatan yang sepertinya jarang dilakukan oleh pesohor sekelasnya. Walau selama dua segment itu direcoki berbagai gimmick tidak jelas, namun bisa ditangkap beberapa point penting dari penjelasan singkatnya. Nadya menerangkan tujuan utama kedatangannya untuk mengkapanyekan gerakan ‘Berhenti Membeli Gading Gajah’, hal ini terkait dengan makin menggilanya pembantaian terhadap gajah-gajah di benua Afrika yang disebabkan, salah satunya, permintaan akan gading gajah dari kawasan Asia yang tinggi. Nadya melanjutkan Untuk mengambil gading, mereka harus membunuh gajah untuk kemudian dibuat sebagai hiasan dan aksesori saja. Ini sangat menyedihkan dan harus dihentikan, ungkapnya. Dan besarnya keuntungan uang yang didapat melalui jual beli gading ini telah membuat sindikat teroris juga merambah bidang ini demi meraup modal yang lebih besar untuk menambah modal persenjataan.
Lanjutkan membaca “Dunia Nadya”

Bondage Cows

Pernah mendengar istilah Bondage? Ya, kata yang dalam bahasa Inggris diartikan sebagai perbudakan ini dikemudian hari lebih dikenal sebagai variasi kegiatan seksual yang merupakan cabang dari kegiatan BDSM, yang (dalam kegiatan manusia) melibatkan kegiatan pengekangan kebebasan. Saat pelakasanaannya kegiatan ini menggunakan peralatan yang dapat melakukan pengekangan terhadap individu seperti tali, rantai, borgol untuk mengikat. Diberbagai situs yang menjual fantasi semacam ini bahkan metodenya berkembang dalam berbagai variasi, contohnya saja dengan memasukan air baik secara anal atau pun frontal dan hal-hal lain yang tak perlu dan tak ingin saya sampaikan di sini. Namun tentu saja dalam pelaksanaanya mereka diawasi oleh para ahli, menggunakan peralatan aman dan telah melalui kesepakatan kedua belah pihak, baik yang bertindak sebagai objek mau pun subjek, bahwa hal yang mereka lakukan semata-mata untuk tujuan bisnis semata. Catatan Selengkapnya….

Monkey Not For Money

Ada satu pemandangan yang sering saya temui beberapa waktu belakangan. Di setiap lampu stop-an, kini tak hanya di isi oleh para pengamen, pengemis, pedagang asongan, atau pun para pe-lap kaca; melainkan ada satu tambahan baru: TOPENG MONYET. Saya tidak tahu apa yang menarik dari atraksi ini, karena monyet yang bisa menirukan manusia kah, atau karena penderitaan yang  harus berdiri dengan dua kaki belakang dan leher di ikat rantai logam menjadi hiburan sekaligus membangkitkan rasa iba bagi yang menyaksikan. Entahlah. Yang jelas, meski saya merasa miris dan tak tega, tapi saya tidak terbersit untuk memberikan uang meski Rp. 100 untuk mereka, sebab saya tidak ingin rasa iba saya justru menambah panjang penderitaan mereka, dan itu pula pesan saya untuk anda yang membaca; rasa kasihan atau (kalau anda berjiwa penindas) terhibur, entah oleh penampilan dari si monyet atau pun manusia yang menggiringnya: JANGAN PERNAH MEMBERI pada mereka. Sampai sekarang saya tak habis pikir, jika atraksi ini merupakan sebuah kesenian, maka tak pantas untuk dilestarikan. Jika atraksi ini sebuah hiburan, mungkin hanya akan terasa lucu bagi kaum barbar yang merasa senang atas kekejaman yang diekspos dalam kelucuan dan gelak tawa. Manusia dan binatang memang beda kasta, tapi (bagi anda yang beragama) mereka juga diciptakan Tuhan dengan hak yang sama untuk bisa hidup bebas di dunia.

aLebih banyak gambar….